Kasus Dugaan Penelantaran oleh Legislator Halbar Masuk Babak Baru

Klikdua, Ternate – Kasus dugaan penelantaran keluarga yang menyeret nama salah satu anggota DPRD Halmahera Barat (Halbar) berinisial EM memasuki babak baru. Setelah dilaporkan oleh istrinya sendiri, PCS, ke Polda Maluku Utara, perkara ini kini resmi naik ke tahap penyidikan, berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tertanggal 24 Juni 2025.

Kuasa hukum PCS, Abdullah Ismail, mendesak aparat penegak hukum bertindak tegas. Ia meminta Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Maluku Utara segera menetapkan EM sebagai tersangka, menyusul bukti dan unsur pidana yang dinilainya telah terpenuhi.

“Kasus ini sudah terang-benderang mengandung unsur pidana penelantaran keluarga. Semua syarat sudah terpenuhi. Kami minta Polda jangan main-main dengan keadilan, segera umumkan tersangka,” tegas Abdullah dalam pernyataannya kepada awak media, Jumat 27/06/25.

Lebih jauh, Abdullah menyampaikan bahwa korban kerap mendapat intimidasi dari pihak terlapor maupun orang-orang yang diduga berada di lingkarannya. Intimidasi tersebut dilakukan melalui pesan-pesan WhatsApp, yang memberi dampak serius secara psikologis terhadap PCS.

“Ini bukan hanya soal penelantaran. Ini tentang tekanan mental yang diberikan kepada perempuan dan anak-anaknya,” ujarnya.

Abdullah juga menyoroti penyelidikan awal yang dilakukan Polres Halmahera Utara. Alih-alih memberi perlindungan kepada korban, proses tersebut justru menambah tekanan dengan adanya upaya damai di bawah tekanan.

“Kami menolak keras segala bentuk kesepakatan yang dibuat di bawah tekanan. Itu bukan penyelesaian, itu pelecehan terhadap hukum,” katanya.

Kasus ini juga bersinggungan dengan proses gugatan cerai yang lebih dahulu diajukan EM di Pengadilan Negeri Tobelo. Namun pihak PCS telah melakukan banding terhadap putusan tersebut.

“Kami sudah ajukan banding karena keputusan itu tidak adil bagi klien kami. Nafkah anak tidak diberikan, hak-hak klien kami diabaikan. Kami akan terus lawan ini secara hukum,” tegasnya.

Pernyataan EM yang mengaku telah memberikan nafkah pun dibantah keras oleh Abdullah, dengan menunjukkan bukti rekening koran dari Bank Syariah Indonesia (BSI).

“Itu bukan nafkah, itu cicilan kredit rumah bersama yang dibayar otomatis oleh sistem bank. Jangan bohongi publik dengan akal-akalan murahan seperti itu,” tambah Abdullah dengan nada geram.

Tak hanya menekan penegak hukum, Abdullah juga menyasar tanggung jawab moral partai tempat EM bernaung, Partai Perindo, agar tidak berpura-pura tidak tahu atas persoalan ini.

“Ini bukan sekadar persoalan internal rumah tangga. Ini menyangkut martabat partai. Apakah Perindo mau lindungi pelaku penelantaran dan perzinahan,” ucapnya.

Kondisi psikologis anak-anak korban juga menjadi perhatian serius. Abdullah menyebut dua anak dari kliennya kini mengalami trauma berat akibat peristiwa yang mereka alami.

“Psikologi anak-anak rusak. Ini bukan konflik biasa. Ini kekerasan dalam rumah tangga yang terselubung,” katanya.

Abdullah pun mempertanyakan lambannya penetapan tersangka dalam kasus ini. Ia menyebut hal tersebut membuka ruang spekulasi publik tentang adanya permainan di balik proses hukum yang seharusnya transparan.

“Kami pertanyakan integritas Dirtskrimum dan Kapolda. Jangan sampai publik menilai bahwa aparat bermain mata. Kasus ini menjadi ujian moral institusi kepolisian,” imbuhnya dengan nada bertanya.

Akhirnya, Abdullah menyerukan agar Kapolda Maluku Utara turun langsung menangani kasus ini. Ia mengecam sikap diam aparat dan menyebut ada upaya menghalangi jurnalis dalam mengakses informasi.

“Kami minta Kapolda Maluku Utara turun tangan langsung. Jangan diam! Kasus ini sudah penyidikan, korban perempuan dan anak-anak, tapi tersangkanya belum diumumkan. Bahkan wartawan pun dipersulit untuk konfirmasi. Ini bentuk pengabaian terhadap keadilan,” tutup Abdullah dengan nada keras.

(Red)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *