Klikdua, Halsel – Dugaan penerbitan Surat Keputusan (SK) honorer yang tidak sesuai prosedur di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Mandioli Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), memicu sorotan publik. Gerakan Pemuda Marhaenisme (GPM) Halsel menilai proses rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) Halsel sarat dengan praktik tidak transparan.
Ketua DPC GPM Halsel, Bung Harmain Rusli, mengungkapkan bahwa SK tersebut diterbitkan untuk seorang pegawai honorer berinisial P yang hanya bekerja selama enam bulan dan sebelumnya diketahui bekerja di sebuah tempat fotokopi di Labuha. Sementara itu, pegawai honorer lain berinisial R yang telah mengabdi selama empat tahun berturut-turut justru tidak mendapatkan SK. Padahal, R dinilai memenuhi syarat untuk mengikuti rekrutmen P3K.
“Peristiwa ini jelas melanggar ketentuan yang berlaku. Untuk mengikuti rekrutmen P3K, seorang honorer harus memiliki masa kerja minimal dua tahun berturut-turut tanpa terputus,” kata Harmain.
GPM Halsel menilai kasus ini menambah daftar panjang dugaan penyimpangan di lingkungan Kemenag Halsel. Harmain bahkan mengaitkan kejadian ini dengan kasus serupa yang pernah terjadi di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Halsel, di mana ditemukan praktik penerbitan SK bodong. Ia menduga adanya praktik tebang pilih yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif.
“Ini bukan kejadian pertama. Sebelumnya, pernah ada kasus SK bodong di MAN 1 Halsel. Kemenag seharusnya menjadi contoh dalam penegakan aturan dan transparansi,” ujarnya.
Selain kasus di KUA Mandioli Selatan, GPM Halsel juga menyoroti dugaan ketidaksesuaian syarat pada sekitar 27 peserta P3K lainnya di lingkungan Kemenag Maluku Utara. Jika kasus di Mandioli Selatan ditambahkan, totalnya menjadi 28 peserta yang dianggap tidak memenuhi syarat (TMS).
Merespons polemik ini, GPM Halsel mendesak Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenag Provinsi Maluku Utara untuk membatalkan kelulusan oknum peserta P3K yang diduga tidak memenuhi syarat. Mereka juga meminta evaluasi menyeluruh terhadap Kepala KUA Mandioli Selatan, Kepala Kantor Kemenag Halsel, serta seluruh jajaran yang terlibat.
“Kami menuntut agar kelulusan peserta P3K yang tidak memenuhi syarat segera dibatalkan. Jika tidak ada tindakan tegas, kami akan menggelar aksi demonstrasi dan mengambil langkah hukum untuk menegakkan keadilan,” tegas Harmain.
GPM Halsel berharap polemik ini menjadi momentum bagi Kemenag Halsel untuk memperbaiki sistem rekrutmen dan penerbitan SK honorer agar lebih transparan dan sesuai prosedur. Jika dibiarkan, praktik-praktik seperti ini dikhawatirkan akan merusak citra institusi yang seharusnya menjunjung tinggi prinsip keadilan dan profesionalisme.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak KUA Mandioli Selatan dan Kementerian Agama Halsel belum memberikan tanggapan atas dugaan yang disampaikan oleh GPM Halsel. Upaya konfirmasi masih terus dilakukan. (opal)