Klikdua – Ancaman terhadap kebebasan pers kembali terjadi. Kantor redaksi Tempo menerima paket berisi kepala babi dari pengirim tak dikenal pada Rabu (19/3/2025). Paket tersebut ditujukan kepada Francisca Christy Rosana, atau Cica, wartawan desk politik dan host siniar Bocor Alus Politik.
Berdasarkan rilis resmi yang di keluarkan oleh Tempo, paket itu diterima oleh satpam kantor Tempo pada Rabu, 19 Maret 2025 dan baru dibuka oleh Cica sehari setelahnya di Hari Kamis 20 Maret 2025 pukul 15.00 WIB. Tidak ada informasi mengenai pengirim paket tersebut, namun kejadian ini jelas merupakan bentuk teror terhadap kebebasan pers
Serangan terhadap jurnalis dan media independen di Indonesia bukanlah hal baru. Tempo sebagai salah satu media yang kerap mengungkap laporan investigatif, telah berulang kali menjadi sasaran tekanan dari serangan digital, ancaman hukum, hingga kekerasan langsung.
Kasus ini pun mengingatkan pada berbagai ancaman serupa yang pernah terjadi terhadap media lain. Pesannya selalu sama dengan membungkam mereka yang berani berbicara.
Namun, apakah intimidasi ini akan membuat jurnalis mundur? Tempo dengan tegas menjawab tidak.
Dalam keterangan persnya, Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasra, menyatakan bahwa mereka tengah menyiapkan langkah-langkah untuk menanggapi insiden ini.
“Kami sedang menyiapkan langkah-langkah selanjutnya sebagai respons atas kejadian ini,” ujar Setri.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa kebebasan pers adalah hak yang dilindungi undang-undang dan tidak boleh diganggu oleh teror semacam ini.
“Kebebasan pers tidak boleh diteror, diganggu, dan diintimidasi dengan alasan apa pun, karena setiap media menjalankan fungsinya yang sudah diatur oleh undang-undang,” tegasnya.
Pada 2020, serangan digital masif menargetkan Tempo dan sejumlah media independen lainnya setelah mereka mengungkap laporan investigatif yang sensitif. Pada 2010, kantor Tempo pernah dilempari bom molotov. Kini, bentuk terornya lebih simbolis tetapi tetap mengerikan dengan pengiriman kepala babi, simbol kebrutalan dan intimidasi.
Apa yang terjadi dengan Tempo bukan hanya persoalan satu media yang diteror, tetapi alarm bahaya bagi kebebasan pers di Indonesia. Jika ancaman seperti ini dibiarkan, maka bukan hanya jurnalis yang menjadi korban, tetapi juga publik yang berhak mendapatkan informasi yang transparan dan independen.
Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999 jelas melindungi jurnalis dalam menjalankan tugasnya. Namun, sejarah mencatat bahwa banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis dibiarkan tanpa penyelesaian yang jelas.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan dari pihak kepolisian terkait langkah hukum atas insiden ini. Jika kasus seperti ini terus dibiarkan tanpa tindakan tegas, maka pesannya berbahaya, mengintimidasi jurnalis bisa dilakukan tanpa konsekuensi.
Teror terhadap Tempo bukan hanya serangan terhadap satu media, tetapi ancaman terhadap kebebasan berbicara dan hak publik untuk mendapatkan informasi yang jujur. Jika pers dibungkam, siapa yang akan mengawal demokrasi?(red)