Wida, Perempuan Samurai Malut Menyoroti Kekerasan Seksual yang Tak Kunjung Usai

Klikdua, Ternate – Isu kekerasan terhadap perempuan masih menjadi permasalahan serius yang belum mendapatkan perhatian dan penyelesaian yang maksimal. Dalam diskusi panel “Gerakan Sosial Perempuan Ambigu Emansipasi & Konservatif” yang berlangsung pada Senin, 10 Maret 2025 pukul 21.00 WIT di Gedung NBCL, depan Kampus B UMMU (Universitas Muhammadiyah Maluku Utara), berbagai masalah perempuan dibahas termasuk eksploitasi, diskriminasi, hingga tingginya angka kekerasan seksual di Maluku Utara.

Ditemui setelah acara, Wida, Perempuan Samurai Maluku Utara, menyampaikan kesan dan harapannya terhadap agenda ini. Baginya, diskusi semacam ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang realitas yang dihadapi perempuan.

“Kalau kesan dari saya, saya sangat bersyukur dengan diadakannya agenda kolaborasi ini yang menghadirkan diskusi serta mengangkat pembahasan terkait perempuan. Karena kalau kita melihat posisi perempuan dalam masyarakat, mereka sering mengalami eksploitasi, diskriminasi, dan bahkan tak jarang mengalami kekerasan seksual,” ujar Wida.

Dalam diskusi ini, terungkap bahwa banyak kasus kekerasan seksual yang tidak terselesaikan dengan baik.

“Dari pemaparan materi tadi, kita bisa melihat bagaimana kekerasan seksual terjadi di wilayah kita. Termasuk di Maluku Utara, banyak kasus kekerasan seksual yang bahkan tidak mampu diselesaikan oleh pihak-pihak yang berwenang,” kata Wida.

Dari data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Maluku Utara, tercatat 384 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang Januari hingga November 2024. Sementara itu, dalam kurun waktu 1 Januari hingga 9 Maret 2025, Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA) mencatat 22 kasus kekerasan di Maluku Utara, dengan Halmahera Utara sebagai daerah dengan angka tertinggi.

Namun, Wida menegaskan bahwa data yang tercatat hanyalah sebagian kecil dari realitas di lapangan. Banyak perempuan korban kekerasan seksual yang tidak berani melapor karena berbagai faktor, seperti stigma sosial dan kurangnya perlindungan hukum yang efektif.

Lebih jauh, Wida menegaskan bahwa diskusi seperti ini harus berlanjut, tidak hanya sebagai refleksi, tetapi juga sebagai langkah awal menuju perubahan yang nyata.

“Jadi dengan diadakan agenda ini, kita mempunyai kesadaran terkait bagaimana untuk memberdayakan perempuan. Kita harus punya output yang jelas untuk membangun sebuah kebijakan, sehingga kita dapat mensosialisasikan terkait dengan kekerasan seksual dan permasalahan lainnya,” tegasnya.

Sebagai Perempuan Samurai Malut, Wida melihat bahwa perjuangan perempuan di Maluku Utara masih panjang. Ia berharap ada regulasi yang lebih tegas dan keberanian dari masyarakat untuk terlibat aktif dalam memberantas kekerasan terhadap perempuan.

“Tidak cukup hanya membahas, harus ada regulasi yang lebih kuat dan sistem hukum yang benar-benar berpihak pada korban. Ini bukan sekadar isu perempuan, tetapi juga isu keadilan sosial yang harus diperjuangkan bersama” katanya.

Diskusi ini diharapkan bisa menjadi tumpuan awal untuk membangun gerakan yang lebih besar dan mendorong perubahan konkret dalam perlindungan perempuan di Maluku Utara.(opal/red)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *