Daruba, Klikdua.Com – Dalam melaksanakan kampanye hari ke dua di Morotai Selatan Barat (Morselbar) oleh Calon Gubernur Provinsi Maluku Utara Sultan Husain Alting Sjah di Kabupaten Pulau Morotai, masyarakat sangat antusias menyambut kedatangan Sultan Tidore Husain Alting Sjah, masyarakat berdatangan dari berbagai desa yang dimulai di Desa Wayabula, Kecamatan Morotai Selatan Barat, Rabu 2 Oktober 2024.
Masyarakat Wayabula menunjukkan kerinduannya terhadap Sultan Husain dengan dengan menyambut kesatangan menggunakan tari-tarian. Sultan juga dipandu menuju lokasi kampanye.
Juru kampanye HAS, Abdurrahim Fabanyo, dalam orasinya menyatakan sultan-sultan di Maluku Utara telah menyerahkan wilayahnya untuk NKRI. Namun sejauh ini Malut belum diberi keistimewaan seperti DI Yogyakarta, DI Aceh, ataupun Papua yang punya Otonomi Khusus.
“Kini saatnya kita harus tekadkan hati untuk kembalikan negeri ini kepada tuan tanahnya, kembalikan marwah Maluku Kieraha dengan menjadi provinsi yang maju,” ujar Ketua Partai Ummat Malut ini.
Abdurrahim memaparkan, Sultan Husain memenuhi empat syarat yang ditetapkan agama sebagai seorang pemimpin. Yakni siddiq, amanah, tabligh, dan fatanah.
“Siddiq itu orang yang jujur. Kejujuran seorang Sultan Husain tak perlu diragukan lagi. Lalu amanah, yakni orang yang dapat dipercaya. Karena beliau jujur, sudah pasti dapat dipercaya,” paparnya.
Selanjutnya adalah tabligh, yakni kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat untuk menyebarkan kebaikan. Sedangkan fatanah artinya cerdas.
“Beliau ini bersih. Pernah menjadi kepala dinas maupun anggota DPD tapi tidak pernah memanfaatkan jabatannya untuk menjadi kaya. Kalau pengusaha jadi pemimpin, korupsinya besar tapi tidak kelihatan. Kenapa? Karena uang masuk keluar melalui perusahaannya atau kolega-koleganya,” beber Abdurrahim.
Ciri kedua adalah penegakan hukum yang tidak tebang pilih. Abdurrahim menegaskan, seseorang yang menerapkan good governance tak boleh menyogok penegak hukum untuk menjadi pemimpin.
“Ciri ketiga adalah manajemen pemerintahan. Kalo jadi pemimpin tidak paham manajemen, maka stafnya yang sedikit-sedikit kena marah. Sedikit-sedikit dipindahkan ke tempat lain karena tidak sependapat dengan pimpinan,” ucapnya.
“Ciri berikutnya adalah melibatkan masyarakat dalam pemerintahan, bukan sedikit-sedikit lapor masyarakat ke polisi,” sambung Abdurrahim.
Sementara Sultan Husain dalam orasinya mengaku sedih melihat dua pemimpin Malut yang dicintai masyarakat harus berakhir di tempat yang tidak kita inginkan.
“Ini adalah hal yang kita sedihkan. Ketika kita bepergian ke daerah lain dan ditanya asalnya dari mana lalu kita jawab dari Malut, dorang bilang ‘oh Malut yang pemimpinnya begini begitu’. Rasa sedih dan sakit itu bukan hanya dirasakan oleh mereka yang memimpin, tapi juga kita,” ucapnya prihatin.
“Saya pikir kita adalah negeri yang dekat dengan agama tapi kenapa jauh dari baldatun tayyibatun warabbun gafur,” imbuh Sultan Husain.
Menurutnya, Malut saat ini seperti kapal yang bocor di sana sini dan nasib penumpangnya terkatung-katung.
“Maka saya terpanggil untuk menakhodai dan kita upayakan tiba di tempat tujuan dengan selamat semua. Kebocoran kapal ini adalah korupsi di pemerintah, baik di kabupaten/kota maupun provinsi,” cetusnya.
“Ngoni setengah mati ka tarada berurusan deng pemerintah? Padahal rakyat adalah tuan dan pemerintah adalah pelayan. Harusnya pelayan yang urus tuan dengan sebaik-baiknya, bukan sebaliknya. Itu karena proyek di pemerintahan hanya diberikan ke orang tertentu, bahkan yang atur itu cuma laki dan bini. Ini yang tidak bisa didiamkan, karena ini bisa bikin kapal tenggelam,” tandas Sultan Husain. (Red/T)