Duduk Tertindas Bangkit Melawan, AMPK Desak KPK Tetapkan Shanty Alda Nathalia Sebagai Tersangka

Foto istimewa AMPK

Jakarta, Klikdua.Com – Aliansi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (AMPK) DKI Jakarta mempersoalkan caruk maruknya dugaan dan indikasi Korupsi setelah di tetapkan eks Gubernur Maluku Utara sebagai tersangka oleh KPK RI usai terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada tanggal 18 Desember Tahun 2023 lalu dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa serta gratifikasi perizinan di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara.

Pasalnya ada dua perusahan yang beroperasi di Kabupaten Halmahera Tengah ini, yakni PT Smart Sindo dan PT Aneka Niaga Prima yang di pimpin oleh Shanty Alda Nathalia selaku Direktur dan Citra Kharisma Selaku Komisaris yang diduga kuat ada kejanggalan dalam penerbitan IUP dan terindikasi terlibat dalam kasus eks Gub Maluku Utara.

Hal ini tentunya merujuk pada dugaan tindak pidana korupsi dan Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana yang telah diamanatkan dalam UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau pasal 13, sebagaimana telah di ubah telah di ubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Ketua AMPK DKI, Saf mengatakan bahwa KPK juga memiliki peran penting persoalan tindak pidana korupsi dan Perbuatan Melawan Hukum sehingga pulau pulau kecil yang sudah di atur dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolahan Pulau Pulau Kecil pada pasal 23 ayat 2 dan pasal 35 Huruf K, itu tidak di salah Gunakan oleh oknum oknum dan Korporasi atau Perusahan Pertambangan.

” Jangankan KPK, Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung juga tidak boleh menutup mata persoalan pulau pulau kecil yang di lindungi undang undang, namun disalahgunakan oleh oknum oknum untuk kepentingan pribadi dengan meraup keuntungan khususnya sumber daya alam di Maluku Utara,” Ucap dia.

Olehnya itu disampaikan bahwa keseriusan KPK sangat diharapkan oleh public karena ini berkaitan dengan dugaan kejahatan korporasi (corporate crime) pengadaan barang dan jasa serta gratifikasi perizinan di Maluku Utara yang perlu di tuntaskan. Sementara motifnya sudah diungkap oleh KPK, dan sudah menjadi petunjuk penting untuk digali lebih jauh mengenai dugaan keterlibatan perusahan tersebut.

Dikatakan lanjut, ada kejanggalan dan larangan kepemilikan pulau kecil yang diatur dalam peraturan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi sudah diatur rinci oleh Mahkamah Agung dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi (PERMA No. 13/2016). KPK dapat menjadikan PERMA tersebut sebagai pedoman dan dasar hukum untuk memproses pidana pelaku tindak pidana yang bersubjek hukum korporasi.

“Dalam pasal 1 ayat (1) UU PTPK disebutkan Korporasi atau perusahaan baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum dapat menjadi subyek dari delik korupsi tertentu. Tidak semua delik suap tetapi hanya yang berkaitan dengan unsur swasta dalam hal ini korporasi selaku pemberi suap (suap aktif) dan penyelenggara negara selaku penerima (suap pasif),”

Sementara Pulau Fau yang di garap oleh PT Aneka Niaga Prima itu, masuk dalam kategori pulau kecil sesuai Undang-undang No.1/2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.27/2007 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil dan Pesisir Pada Pasal 23 ayat (1) Bab V Bagian Kedua UU itu menjelaskan bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau besar di dekatnya.Pada ayat (2) disebutkan bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk salah satu atau lebih kepentingan, a. Konservasi; b. Pendidikan dan pelatihan; c. Penelitian dan pengembangan; d. Budidaya laut; e. Pariwisata; f. Usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara lestari; g. Pertanian organik; dan/atau h. Peternakan.Olehnya itu, perlu digaris bawahi bahwa Tidak ada Undang Undang, pasal dan ayat yang menyebutkan diperbolehkan untuk pertambangan. Sementara luas pulau hanya sekitar 5,45 kilometer persegi atau 545 hektare dengan garis keliling hanya mencapai 17.052 meter.

” Sementara luas konsesi PT. Aneka Niaga Prima (PT. ANP) hampir mencaplok semua ruang darat Pulau Fau di Kabupaten Halmahera Tengah. Tentunya Tidak bisa dikeluarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel milik PT. Aneka Niaga Prima di Pulau Fau, sehingga di duga kuat ada agenda agenda lain untuk menguasai pulau Fau oleh Shanty Alda Natalhia, ” Bebernya.

Atas perihal disampaikan saf bahwa pihaknya menduga IUP yang dikeluarkan itu adanya beck’ap secara sistemik di pusat, dan ini suda seharusnya di kroscek oleh Kementrian ESDM, jika tidak maka patut menduga bahwa ini persekongkolan Nasional kelompok tambang dengan melanggar Undang Undang untuk kegiatan penambangan terhadap pulau yang ukurannya dibawah 2.000 kilometer persegi seperti Pulau Fau.

” Olehnya itu, KPK perlu memanggil dan memeriksa sekaligus menetapkan Shanty Alda Nathalia selaku Direktur dan Citra Kharisma Selaku Komisaris selalu komisaris sebagai tersangka baru KPK, terkait dengan persengkokolan penerbitan IUP dan perizinan lainnya,” Bebernya.

Lanjut dikatakan, red-mengakhiri, Duduk Tertindas Bangkit Melawan..! AMPK menuntut tindakan nyata dari KPK untuk mengembalikan integritas hukum dan keadilan bagi rakyat Kabupaten Halmahera Tengah Provinsi Maluku Utara.

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *