Ungkapan Dostoyevsky bahwa “Masyarakat ini… pembunuh spontanitas, keluwesan, dan kesederhanaan. Pecinta kerumitan, kemunafikan, dan kepura-puraan dengan sangat” mengandung kritik tajam terhadap tatanan sosial yang ada. Ucapan ini mengajak kita untuk merenungkan dampak masyarakat modern terhadap individualitas dan keaslian manusia. Dengan menggali lebih dalam makna, maksud, hikmah, dan pelajaran dari ungkapan ini, kita dapat memperoleh pemahaman yang komprehensif dan visioner tentang hubungan antara individu dan masyarakat.
Dalam perspektif sosiologis, Dostoyevsky menyentuh fenomena di mana struktur sosial dan norma yang berlaku sering kali menekan sifat alami manusia. Spontanitas dan kesederhanaan, yang seharusnya menjadi ciri khas kehidupan manusia, sering kali terdistorsi oleh tuntutan sosial yang rumit dan tidak alami. Norma sosial cenderung memaksa individu untuk mengadopsi perilaku yang tidak autentik demi memenuhi ekspektasi kolektif. Akibatnya, individu merasa tertekan dan kehilangan kebebasan untuk mengekspresikan diri mereka dengan jujur.
Dari sudut pandang psikologis, tekanan sosial yang memaksa individu untuk berpura-pura dan menyesuaikan diri dengan standar yang tidak mereka yakini dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan ketidakpuasan. Kehidupan yang dipenuhi dengan kepura-puraan dan kemunafikan dapat merusak kesehatan mental seseorang. Pentingnya mendukung kesehatan mental dengan mempromosikan kejujuran emosional dan kebebasan individu untuk menjadi diri sendiri menjadi semakin jelas. Terapi dan konseling juga dapat membantu individu mengatasi tekanan sosial ini dan menemukan keaslian mereka kembali.
Secara filosofis, ungkapan ini mencerminkan kritik eksistensialis terhadap kehidupan yang tidak autentik. Dostoyevsky menyoroti dilema eksistensial di mana individu merasa terjebak dalam norma-norma sosial yang menghambat mereka dari menjalani hidup yang autentik dan bermakna. Hidup dengan keaslian, menolak permainan sosial yang palsu, dan mempertahankan integritas pribadi adalah prinsip-prinsip yang diusung dalam pandangan ini. Mengajak individu untuk mencari makna hidup yang autentik melalui refleksi diri dan keberanian untuk melawan norma sosial yang mengekang adalah langkah penting menuju kebebasan eksistensial.
Dari perspektif budaya, Dostoyevsky mengkritik budaya modern yang sering kali mengagungkan penampilan luar dan pencitraan daripada nilai-nilai internal dan integritas. Budaya yang mempromosikan kepalsuan dan kemunafikan menekan individu untuk berpura-pura dan menyesuaikan diri dengan citra ideal yang sering kali tidak realistis. Nilai-nilai kebudayaan yang mendukung keaslian dan integritas individu harus dihargai. Seni dan pendidikan dapat menjadi alat untuk menumbuhkan apresiasi terhadap kejujuran dan kesederhanaan, sekaligus mengkritik media dan budaya populer yang mempromosikan kepalsuan.
Secara etis, ungkapan ini menantang kita untuk mempertimbangkan kejujuran dan integritas sebagai nilai-nilai utama. Dalam masyarakat yang memaksa individu untuk hidup dalam kepura-puraan dan kemunafikan, ada ketidakadilan yang perlu diperbaiki. Masyarakat harus mendukung kehidupan yang lebih jujur dan adil, di mana individu dapat hidup tanpa tekanan untuk berpura-pura. Menjunjung tinggi nilai-nilai etis seperti kejujuran dan integritas dalam kehidupan sehari-hari adalah langkah penting menuju masyarakat yang lebih baik.
Kesimpulannya, ungkapan Dostoyevsky menyoroti tantangan besar dalam masyarakat modern terkait dengan keaslian dan integritas individu. Masyarakat perlu mengakui dan mendukung keaslian individu serta menolak norma-norma sosial yang mempromosikan kepura-puraan dan kemunafikan. Dengan menciptakan lingkungan yang menghargai spontanitas, keluwesan, dan kesederhanaan, kita dapat membangun masyarakat yang lebih sehat dan seimbang. Pelajaran ini sangat relevan untuk setiap generasi dan konteks budaya, mengajak kita untuk hidup dengan integritas moral yang lebih tinggi dan menghargai kejujuran dalam setiap aspek kehidupan.
Riski D Falillah
(Anggota Panggung Filsafat) Pusat Kajian Filsafat Dan Humaniora