Dampak teknologi: Memudarnya nilai humaniora di era-digitalisasi

Saat ini kita telah memasuki zaman yang memaksa juga diharuskan memberikan ruang se-privat mungkin dengan tumbuhnya budaya digitalisasi pada masyarakat, padahal bercakap-cakap di ruang pablic memiliki nilai tersendiri bagi kita untuk memelihara nilai kemanusiaan. Sejatinya keberpihakan masyarakat terhadap modernitas amatlah penting juga suatu kewajaran, karna di pandang perlu sebagai pertanda bahwa kamajuan zaman tidak terlepas dengan peran masyarakat di dalamnya, namun harapan itu seolah-olah berbanding terbalik dengan realitasnya.

Seperti pandangan Anthony Giddens bahwa Modernitas adalah Kebudayaan Resiko, bukan berarti masyarakat di bayang-bayangi dengan ketidakstabilnya dalam ruang sosial yang sarat dengan kurangnya pengetahuan yang otentik mengenai dengan modernitas, otoritas zaman menjadi prisai yang menciptakan kebuntuan, masyarakat akhirnya terperangkap dalam kelas-kelasnya, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin melarat bahkan di tindik dengan kebodohan, kita tahu bahwa hadirnya teknologi tentu menjadi sebuah kemajuan serta tumbuhnya pengetahuan, nyatanya justru sebaliknya masyarakat terasa seperti mengalami keterblakangan di tengah pesat dan lajunya Era-Modernis.

Kepekaan terhadap ruang-ruang pendidikan harus menjadi hal yang patut di prioritaskan, menjadikan modernitas bukan hanya sekedar hasil dari perkembangan zaman tapi alat dalam mengembangkan pikiran masyarakat yang saat ini terlanjur dimanjakan, faktanya telah kita saksikan secara langsung bagaimana penyalahgunaan media sosial yang penuh dengan narasi-narasi in-rasional, saling memaki, mengumbar privasi bahwa sampai pada mempertontonkan kebodohan secara vulgar, ini menunjukan begitu dangkal dan minimnya pengetahuan yang kita miliki, hal itu terjadi bukanlah sesuatu yang dengan sengaja, namun kebiasaan yang telah membudaya sejak masyarakat pertama kali berhadap-hadapan dengan tantangan zaman.

Yang dihawatirkan tidak hanya di situ saja,
Tapi hilangnya nilai kemanusiaan, sebab kehilangan kemanusiaan sama saja dengan tidak di lahirkan, aristoteles dalam pandangannya mengemukakan bahwa predikat kemanusiaan atau perbedaannya dengan binatang karna manusia mampu menggunakan pikirannya secara rasional yang disebut dengan “Zon Politicon” yang berarti binatang yang berpolitik, dimana manusia mampu menyelesaikan persoalan dalam hidupnya tampa tendensi respon emosional.

Hal itu yang saat ini menjadi dampak negatif di tengah-tangah masyarakat, orang-orang lebih sering melihat teknologi lebih penting di bandingkan dengan humaniora sebagai basis melatih etika komunikatif di ruang-ruang sosial, akhirnya kita di perhadapkan pada kondisi ketidaktahuan dan keburaman akan nilai sebagai manusia otentik yang di cita-citakan.

Rasanya ketergantungan terhadap teknologi sudah menjadi kecanduan, kita bisa membuktikannya dengan kondisi padamnya listrik hingga jaringan internet yang tidak bisa di gunakan, hampir semua orang merasa kehidupannya hambar dan tidak tahu harus melakukan apalagi, karna hampir 80% dari masyarakat di era digital menggantungkan waktunya untuk bermedia sosial dan hal itu sudah tertanam bahkan membudaya pada masyarakat.

Fenomena semacam itu bukan hanya di alami oleh mereka yang hidup di perkotaan yang notabenenya mendapatkan akses teknologi begitu kencang, tapi juga merembet hingga kedaerah perkampungan.

Kita melihat bagaimana pentingnya budaya literasi sebagai tempat mendidik pikiran-pikiran yang menyimpang dari dampak atau wabah hoax yang sering kali menghambat pikiran yang sehat secara argumentasi juga secara analisis untuk menumbuhkembangkan masyarakat yang peka dengan nilai-nilai humaniora.***

Riski D Falillah
(Anggota Panggung Filsafat) Pusat Kajian Filsafat Dan Humaniora

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *