Keputusan DP Malut Naikan Upah 7,50%, ECPB Ini Tidak Sesuai Dengan Kebutuhan Hidup

Ketua ECPB Malut, Yuzril Muksin

Klikdua.Com

Ternate – Rapat Dewan Pengupahan (DP) Provinsi Maluku Utara (Malut) memutuskan upah buruh dinaikkan 7.50%, mendapat sorotan tajam dari Executive Commite Partai Buruh (ECPB) Malut.

Ketua ECPB Malut, Yuzril Muksin, kepada media ini, Rabu (22/11), menyampaikan bahwa keputusan DP Malut menaikkan upah buruh diangka 7,50%, ini sangat tidak sesuai dengan tingginya angka kebutuhan hidup saat ini.

Lanjut Yusril, terutama kebutuhan hidup yang layak untuk kaum buruh, pasalnya faktor yang paling menentukan adalah harga sembilan bahan pokok (Sembako) seperti beras, telur, minyak goreng, dan serta ongkos transportasi, yang mana ini mengalami kenaikan di atas dari 30%.

Sementara itu posisi Indonesia saat ini, yang sudah masuk ke dalam middle income country (negara dengan pendapatan menengah), dengan pencapaian produk domestik bruto (PDB) per kapita antara 4.046-12.535 dollar AS. Olehnya itu jika Pemrov Malut melalui Dewan Pengupahan, hanya menaikkan upah buruh sebesar 7,50%, maka ini sangat tidak berbanding lurus dengan kondisi perekonomian kita saat ini,” terang Yusril.

“Hal ini sangat tidak logis kata Yusril, jika upah buruh naik hanya 7.50% dengan tingkat inflasi 2,8% dan pertumbuhan ekonomi nasional 5,2%, sementara itu pertumbuhan ekonomi Malut tembus diangka 20,53% dengan inflasi 3,34%.

Sambungnya kenaikkan upah buruh 7.50% ini tidak bisa memenuhi kebutuhan buruh, dikarenakan tingginya angka biaya hidup, terutama kebutuhan pokok sehari-hari belum lagi terkait dengan persoalan pendidikan dan kesehatan, yang tiap tahun semakin meningkat biayanya.

Seharusnya upah buruh Maluku Utara itu naik hingga 10 sampai dengan 15%, dan ini menjadi tanggungjawab Gubernur Malut, dengan menggunakan formula pengupahan yang tertuang dalam Permenaker Nomor: 18 Tahun 2022, tentang mekanisme pengupahan, bukan menggunakan PP Nomor:51 yang justru ini sangat merugikan kaum buruh,” tegas Yusril.

Yusril, menegaskan jika Pemerintah Provinsi (Pemprov) Malut, beralasan bahwa kenaikkan upah buruh hanya 7.50% demi menjaga keseimbangan pengusaha, dengan alasan pertumbuhan ekonomi hanya dari sektor pertambangan dan menjadi beban bagi sektor usaha yang lain, maka ini merupakan satu logika yang sangat tidak masuk akal.

“Secara teori, kenaikan upah bisa tidak mengurangi keuntungan jika harga dinaikkan, akan tetapi kenaikkan harga akibat kenaikan upah relatif tidak akan mengurangi daya beli masyarakat, karena kenaikan harga itu diimbangi oleh kenaikan upah dan pendapatan masyarakat,” pungkasnya.

Lebih lanjut Yusril, mengatakan kenaikan harga hanya akan berdampak pada daya beli masyarakat jika kenaikan harga itu tidak dibarengi dengan kenaikan upah atau pendapatan masyarakat. Artinya, kenaikan harga hanya akan berdampak pada daya beli masyarakat jika kenaikan harga itu bersumber dari kenaikan biaya alat-alat produksi dan atau, kenaikan keuntungan pengusaha, yang tidak diimbangi oleh kenaikan upah atau Indoprogress.

Ia menambahkan bahwa upah merupakan urat nadi kaum buruh dan dimana kaum buruh adalah pencipta kekayaan sebenarnya, sehingga yang harus diingat oleh pemerintah yakni buruh telah memproduksi hampir semua barang dan jasa, dimana ini dilakukan oleh buruh di berbagai pabrik dan mereka dikontrol oleh para pengusaha.

Selain itu buruh juga telah menghasilkan berbagai keuntungan yang didapatkan oleh pengusaha dan dihitung sebagai angka pertumbuhan ekonomi, lantas kenapa upah buruh di Malut hanya naik 7.50%. Hal ini menunjukan akal-akalan pemerintah dan pengusaha untuk terus membohongi buruh.

“Satu hal penting yang harus di perhatikan pemerintah khususnya Pemprov Malut bahwa upah minimum adalah jaring pengaman dari kemiskinan untuk pekerja, yang masa kerjanya kurang dari setahun,” beber Yusril.

Mirisnya lagi ada serikat buruh di Malut, yang justru mengikuti kemauan pengusaha dan dengan bangga mereka menyampaikan bahwa kenaikkan upah buruh, yang mana ini dengan nyata membohongi kaum buruh tersebut adalah perjuangan mereka, ini sungguh sangat disayangkan.

Maka dari itu kami Executive Commite Partai Buruh Provinsi Maluku Utara, yang tergabung di dalamnya berbagai organisasi buruh menyatakan sikap, dengan meminta secara tegas kepada Pemprov Malut dalam hal ini Gubernur Malut, KH. Abdul Gani Kasuba, Lc, agar segera merevisi kembali upah buruh yang sudah ditetapkan 7.50% menjadi 15%.

“Jika tuntutan ini tidak diindahkan, maka dalam waktu dekat kami akan berkordinasi serta mengkonsolidasikan seluruh kaum buruh di Malut, guna melakukan mogok kerja hingga dalam waktu yang tidak ditentukan,” tutupnya.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *