Petaka Awan Hitam

Oleh : D’Eks Malawat

Matahari bersinar terik di Halmahera Selatan. Sinarnya terhalang rimbunnya pepohonan, sehingga hanya menyisakan berkas tipis. Burung-burung berkicau seolah sedang menyanyikan lagu untuk alam. Bunyi riak jernih sungai beradu dengan batu kali berpadu dengan sahutan dari beberapa penghuni hutan yang lainnya. Ya, inilah tempat tinggal King, si anak kera yang sekarang tengah asyik bermain bersama teman-temannya di sebuah sungai.

Ketika King menyemprotkan air ke arah Anggi—anak kera lainnya—dengan sigap, ia pun tertawa nyaring. Sampai akhirnya, kegembiraan mereka terpecah oleh bunyi bising dari sebelah utara hutan. Bunyi bising itu bercampur dengan deru sesuatu yang sama sekali tidak king kenal.

“Hei, lihat itu!”

Semua serentak menghentikan kegiatan mereka dan menengok ke langit yang ditunjuk Iyas. Asap hitam tebal yang membumbung tinggi dari sana. Asap itu semakin tebal dan terus menebal. Itu merupakan fenomena aneh yang baru pertama kali mereka saksikan. Selama ini yang mereka tahu, langit selalu berwarna biru cerah dengan awan putih berarakan.

Keheningan hutan itu kemudian pecah saat Kriss tiba-tiba saja datang sambil menepuk dada, “Hutan terbakar! Hutan terbakar!”

Semua ikut lari ketakutan. Hutan terbakar! Tempat tinggal mereka terbakar!

“King! Apa yang kau lakukan!? Cepat pergi!” Anggi berteriak sambil menarik King..

Suasana hutan yang tadinya damai tenteram, seketika menjadi neraka bagi semua hewan. Asap hitam pekat yang mulai menyelimuti seluruh hutan ini. Suhu udara mulai panas, membuat para hewan makin berteriak.

King panik bukan main. Sambil mengikuti langkah teman teman kera yang lain, matanya bergerak ke sana-ke mari, mencari sosok ibunya.

“Anggi! Di mana ibuku?” tanya King.

“I-ibu … ibumu ….” Anggi tidak bisa menjawab karena sama-sama tidak tahu di mana ibu King berada.

“Aku harus kembali ke sarang!” King melepaskan tanganya dari geangaman Anggi, lalu berbalik untuk kembali ke sarangnya.

Namun, sebelum King melancarkan niatnya itu, Anggi sudah menarik kembali tangannya. “Ibumu pasti sudah berada di depan. Bersama kera lainnya.”

King menghiraukan ucapan Anggi, lalu kembali meloloskan diri dan berlari sekuat mungkin menuju sarangnya.

“King!” Anggi berteriak di belakangnya.

King sampai di dekat sarangnya berada dengan napas terengah. Ia langsung membelalakkan mata begitu melihat sosok ibunya sedang bersusah payah keluar dari sarang. Api sudah menjalar di setiap pohon di dekat sarangnya itu.

“Ibu!” teriak King sekuat tenaga.

“Sedang apa kamu?! Cepat pergi dari sini!” teriak ibu King sambil menggerakkan tangannya, menyuruh King menjauh dari tempat ini.

“Tidak! Aku tidak mau!” balas King keras kepala. Kenapa ibunya masih bisa berkata seperti itu? Padahal jelas-jelas ia dalam keadaan terjebak api?

“Cepat pergi, King!”

“King! Ayo pergi!” Tiba-tiba saja Anggi datang ke tempatnya dan langsung menarik King.

“Tidak mau!” King menyentak tangan Anggi keras. “Ibu! Aku akan menyelamatkanmu!”

“Jangan, King !” bentak Anggi

Kraaak! Braaak!

“IBU!! IBU!!” King terus meraung memanggil ibunya. Pohon yang sedang terbakar itu jatuh dan kemudian menimpa tubuh payah ibu King.

“Ayo, King, kita harus pergi,” lirih Anggi sambil menarik King.

Sekali lagi King menoleh ke belakang saat dirinya sudah cukup jauh dari sarangnya. Tidak ada lagi hutan hijau dengan tumbuhan rindang di sekitarnya. Hutan hijau yang selalu ia kagumi sudah berubah menjadi hutan merah yang sangat panas.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *